rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Sabtu, 27 Oktober 2012

Salahkah Pemuda Pragmatis?

Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah kau berikan untuk negaramu- John F. Kennedy

Ketika mendengar banyak orang mengeluhkan para pemuda saat ini yang tidak peka terhadap urusan negara, saya berpikir, benarkah kondisi tersebut? Bahwa pemuda saat ini kurang memiliki rasa nasionalisme terhadap negara mereka, benarkah? Bahwa mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang) tidak layak disebut aktivis?


Saya--dalam posisi saya sebagai seorang mahasiswa pertukaran--jujur sangat jarang menemui aktivis dalam perspektif yang kita punya selama ini. Bukan permasalahan berat, permasalahan negara, korupsi dan sebagainya yang kami bicarakan. Well, saya memang tidak tahu topik pembicaraan mereka ketika berbicara dengan teman-teman senegaranya. Kendala bahasa seringkali membuat kami tidak bisa bicara banyak. Tapi, setidaknya saya bisa melihat ketertarikan mereka.

Source: Google.com

Tanyalah pada mereka, siapa yang bercita-cita untuk membangun sekolah di daerah tertinggal? Tanyalah pada mereka, siapa yang bercita-cita untuk menjadi presiden? Ketika ditanya apa yang akan mereka lakukan selepas kuliah, hampir sebagian dari mereka ingin menjadi pegawai perusahaan, pegawai bank, pegawai negeri sipil, dan sejenisnya. Ketika sudah memasuki semester keempat, maka yang ada di otak mereka hanyalah persiapan untuk melamar pekerjaan.

Saya awalnya berpikir, sederhana sekali! KKN--kuliah, kerja, nikah--simpel dan meyakinkan. Tidak adakah dari mereka yang berpikir untuk menyumbangkan sesuatu bagi negaranya? Sama seperti pikiran para aktivis di Indonesia? Tidak pedulikah mereka akan keadaan politik negara mereka, bagaimana membangun negara mereka lebih baik?

Saya jadi berpikir, bagaimana jika para mahasiswa aktivis di Indonesia jika mendengar ini? Mungkin mereka akan berpikir, tidak idealis, tidak revolusioner, dll. Karena awalnya saya juga berpikir begitu. Benarkah?

Dalam satu sisi, apa yang mereka lakukan sama sekali tidak salah. Mereka masuk ke perusahaan, ke kantor-kantor pemerintahan, tentu saja untuk mendukung negara secara langsung. Tidak pakai ba-bi-bu aksi ini itu, tapi langsung dengan mendukung perekonomian dan sendi-sendi negara secara langsung. Kerja yang mereka lakukan tentu saja akan masuk ke kas negara. Negara tidak perlu repot-repot lagi untuk mengurus mereka.

Memang, teman saya rata-rata berasal dari Jepang dan China. Abaikanlah China terlebih dahulu, kita tengok Jepang. Jepang sudah dikategorikan sebagai negara maju secara ekonomi, dalam perspektif saya, maka kebanyakan dari masyarakatnya lebih fokus kepada material. Politik tidak akan terlalu diperhatikan ketika ekonomi sudah berjalan lancar--dengan mengabaikan faktor krisis ekonomi global. Yang dipikirkan oleh mahasiswa ketika selesai kuliah adalah bagaimana mendapatkan pekerjaan yang bagus.

Masyarakat China pun--sebagai negara berkembang--jelas lebih tertarik untuk memperkuat ekonomi mereka dengan mendapatkan pekerjaan yang layak daripada memikirkan politik dan tetek bengeknya. Persaingan yang ketat, ditambah kenyataan bahwa uang memiliki posisi penting dalam kehidupan mereka, membuat mereka tidak tertarik pada keadaan keseluruhan dari negara mereka sendiri. 

Ada memang beberapa teman Eropa saya yang menyatakan bahwa mereka ingin berpartisipasi dalam NGO (Non Government Organization) selepas kuliah, tapi itupun jarang. Dan saya berpikir pula, kenapa NGO? Ada apa dengan yang bersifat governmental? Atau ada apa dengan anak-anak pertukaran pelajar yang saya temui? Tidak adakah yang seperti teman-teman aktivis yang sering saya temui di Jogja?

Salahkah mereka? Sekali lagi saya katakan, tidak! Terkadang pikiran sederhana bukan hanya menjadi pikiran yang sederhana. Kita jelas tidak membutuhkan orang-orang yang terus berkoar-koar tentang kondisi negara mereka yang tidak kunjung membaik tapi tidak berbuat selain itu. Pemikiran umum para aktivis yang biasanya anti dengan perusahaan dan pemerintahan (PNS) ini yang kadang bagi saya merupakan masalah juga. Padahal ketika tidak ada orang di sendi-sendi tersebut, bagaimana suatu negara bisa maju?

Walaupun dalam sisi lain, saya tidak sepenuhnya setuju dengan mereka. Butuh orang-orang bervisi besar untuk membangun dunia ini menuju peradaban yang lebih maju. Butuh seseorang yang mau bersusah payah untuk membangun sekolah di daerah-daerah tertinggal, membangun rumah sakit di daerah-daerah yang penduduknya masih kesulitan untuk mencari makanan bergizi, membuat lapangan pekerjaan baru bagi mereka yang tidak kebagian tempat dalam persaingan kerja perusahaan dan kantor pemerintahan. Saya tidak tahu apakah ini memang pemikiran lazim yang hanya ada di negara berkembang, dan bukan di negara maju. 

Tapi, jelas dibutuhkan orang-orang yang memiliki orientasi bukan hanya terhadap uang, tapi terhadap kesejahteraan diri dan masyarakat. Ini memang yang zaman sekarang sulit untuk ditemui.

Memang kita akan sulit lagi menemui para pemuda-pemuda yang memionirkan sumpah yang mampu bertahan selama lebih dari sepuluh windu. Sulit untuk menemui mereka yang mau menempuh resiko dan mengambil keputusan tepat untuk memploklamirkan kemerdekaan pada tujuh belas agustus. Kenapa? Karena kita berada pada masa yang berbeda. Mereka terus ada sesungguhnya, hanya dalam bentuk yang lain, dengan pemikiran yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama.

Maka, jangan pernah mengabaikan mereka yang sering menampilkan pertunjukan musik jalanan--berikut kebiasaan merokok dan minum--karena di dalam lagu-lagu yang mereka tampilkan bisa jadi ada filosofi dan ideologi kuat yang tertanam (Street Performance and Ideology). Baik memang bagi kita untuk mencoba mandiri dengan bercita-cita membangun wirausaha, terkadang menganggap PNS adalah mereka yang bergantung pada negara, padahal PNS--meskipun tanpa sadar--telah meletakkan satu bata untuk pembangunan suatu negara.

Jangan berpikir bahwa kerja kita di perusahaan atau kantor akan menyita ideologi yang kita punya saat masih di kampus. Tidak, hanya terkadang ia bertransformasi ke dalam bentuk yang berbeda saja.

Tidak terlihat jelas memang, tapi mereka selalu ada dengan pemikiran dan penampakan yang baru-Pemuda.

Tabik.

2012년10월27일 오후 10:27
Menjelang hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober
Hari yang terkadang sering dilupakan pemuda


6 komentar:

Tanfidz Tamamuddin mengatakan...

uhyoo, super sekali mbak asma ini. Tapi selepas kuliah pun saya juga gak kepikiran mau aktif dalam politik pemerintahan, hmm, apakah sebuah revolusi harus dimulai dari politik pemerintahan??

Unknown mengatakan...

ga kok mam,,justru maksud q buat membenarkan mereka yg ga kepikiran..
terkadang kita sebagai aktivis juga mesti dituntut buat mengerti politik,terkadang jg mesti dituntut berpartisipasi,padahal banyak jalan buat mwjudukan negara yang lebih baik..
misalnya bikin komik,,,kkk
two thumbs up mam buat komik2nya,,hoho

Anonim mengatakan...

"banyak jalan buat mwjudukan negara yang lebih baik"

stuju bgdd lah.. lgian tdk ada pkerjaan yg sia2 jika dilakukn utk kmanfaatan manusia..

Unknown mengatakan...

Yup,bener banget mb...
setiap pekerjaan punya tantangannya sendiri-sendiri yang harus dihadapi, bukan untuk dihindari :)
Tapi ternyata masih susah,, :(

Unknown mengatakan...

Asma, qu suka pemikiranmu dan pandanganmu terhadap politik. dan aku rasa kamu selalu bisa masuk kelini manapun. Memang sepertinya masih sama seperti Asma yg kukenal dlu...dan qu memang brhrap u msih sperti yg dlu. :(

Unknown mengatakan...

Iir...kangen...maaf ya jarang bisa kontakan :( udah lama bangt ya ir kita ga ktemu :(