rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Senin, 01 Oktober 2012

#NegeriOrangPart22: Street Performance, Ideologi, dan Ketahanan Nasional

독도, 대한민국, 붉은 악마항상 크게 소리 지르네..(Dokdo, Daehan Minguk (Korea), Setan MerahSelalu mereka dengungkan dengan penuh semangat)...

Hongdae-nama salah satu jalan terkenal di Seoul-memang terkenal dengan street performancenya. Saya kira ini hanya pertunjukan seni biasa, tapi ternyata tidak. Jika didengar baik-baik, banyak ideologi yang diselipkan dan disebarkan.

Malam ini adalah kali pertama saya menikmati street performance di Hongdae. Meskipun terkenal, baru kali ini saya tertarik untuk melihatnya. Jika sebelumnya saya hanya menganggapnya sebagai sesuatu yang menarik, maka setelah melihatnya, saya memberikan applause penuh untuk ini.
Pertunjukan Seni Jalanan di Hongdae

"Dokdo adalah milik Korea!" 

Kata-kata itulah yang membuat saya terperangah. Sebegitu kuatkah Korea menanamkan semangat nasionalisme 'sempit'nya? Jikalau yang menyampaikan adalah seorang presiden (lewat pidato) maka saya tidak akan heran, tapi yang menyampaikan adalah sekelompok anak muda 'gaul' Hongdae. Mereka bukan hanya sekedar menyanyi dan menghibur, tapi menanamkan nasionalisme 'sempit' mereka akan pulau Dokdo.

Kenapa saya katakan nasionalisme sempit? Merujuk dari buku Risalah Pergerakan I milik Hasan al-Banna, Hasan al-Banna berpendapat bahwa ada dua batasan nasionalisme. Nasionalisme sempit adalah nasionalisme yang dibatasi oleh teritorial geografis, sedangkan nasionalisme luas adalah nasionalisme yang dibatasi oleh pemahaman aqidah. Nasionalisme sempit menyebabkan seseorang hanya memikirkan kepentingan wilayahnya. Sedangkan nasionalisme luas membuat seseorang juga memperhatikan keadaan saudaranya yang walaupun berada dalam batas geografis berbeda, namun seaqidah.

Apakah nasionalisme sempit ini tidak diperbolehkan? Tentu saja tidak, justru diperlukan mengingat seseorang juga harus memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya. Namun yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai nasionalisme sempit ini menjadi fanatisme berlebihan yang tidak diimbangi oleh nasionalisme luas. 

Kembali kepada street performance di Hongdae, saya benar-benar merasakan atmosfer kecintaan anak-anak muda Korea terhadap negeri mereka. Bukannya selama ini saya jarang menemui anak-anak muda Indonesia yang memiliki visi besar terhadap Indonesia dan dunia, tapi kebanyakan saya temui dalam forum-forum diskusi, jarang dalam komunitas santai seperti ini. Sesuatu yang berat disampaikan dalam kemasan yang ringan, hingga semua orang bisa menangkap peaan tersebut. Maka saya tidak heran jika seorang atlet sepak bola Korea meneriakkan 'Dokdo adalah milik kami!' seusai mencetak gol. Ataupun artis-artis Korea yang terkadang menjadi kontroversi gara-gara meneriakkan Dokdo.

Karena ada ideologi yang begitu kuat yang sudah ditancapkan sedari kecil. Padahal Dokdo adalah pulau kecil dan satu, tapi begitu kuat dipertahankan oleh orang Korea. Bisa ditebak apa pembahasan saya berikutnya? Ya, tentu saja-lagi-tentang nasib pulau-pulau perbatasan di Indonesia.

Bukan berarti kita harus menghafal nama pulau-pulau tersebut satu per satu, tapi terkait kesadaran kita akan keberadaan mereka. Kita sering menyalahkan pemerintah dan aparat, tapi kita juga lupa untuk merancang visi bagaimana memperkuat pertahanan nasional Indonesia ke depan. Kita menyalahkan Malaysia yang seenaknya saja mencaplok pulau kita, tapi jikalau kita menjadi penduduk pulau tersebut yang selama ini difasilitasi Malaysia, jawaban apa yang akan kita berikan?

Bermula dari rasa memiliki, mungkin itu yang harus kita lakukan. Lalu menyebarkan rasa tersebut kepada orang-orang di sekitar kita, lewat jalan apapun baik berbau berat maupun ringan. Terkadang saya menyesal jarang menyempatkan diri untuk menikmati pertunjukan jalanan Jogjakarta. Karena itu, melalui tulisan ini saya haturkan penghargaan saya bagi mereka. Dan bagi siapa saja yang telah berusaha menghidupkan Indonesia.

Terakhir, para pemuda itu membawakan lagu Arirang, lagu tradisional Korea yang masih dengan semangat didengungkan di sini. Saya mendadak teringat pula akan sutradara Kim Ki-Deok, yang membawakan lagu ini ketika Beliau menerima penghargaan Singa Emas pada Festival Film Internasional di Venesia.


아리랑 아리랑 아라리요~~
아리랑 고개로 넘어간다~~
나를 버리고 가 시는님은
십리도 못가서 발병난다
아리랑 아리랑 아라리요~~
아리랑 고개로 넘어간다~~
아리랑 아리랑 아라리요~~
아리랑 고개로 넘어간다~~



Arirang, arirang, arariyo~~
Melewati tanjakan Arirang
Wahai dirimu yang membuangku lalu pergi begitu saja, 
Rasa ini tak mampu pergi bahkan hingga kakiku terluka...
Arirang, arirang, arariyo~~ 
Melewati tanjakan Arirang 
Arirang, arirang, arariyo~~ 
Melewati tanjakan Arirang


2012년10월01일
Selepas melepas penat...

0 komentar: