rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Senin, 09 Juli 2012

#ACupofCoffee2: Secangkir Kopi yang Mengisahkan Perang...

Entah kenapa, setiap saya berbincang dengan teman Jepang saya, Yuki namanya, sembari menikmati secangkir kopi, salah satu di antara pembicaraan kami selalu berkaitan dengan perang. Meskipun terkendala bahasa--terkadang bahasa perang itu rumit--namun hal itu tak membuat pembicaraan di antara kami padam.


Sore ini saja, selepas belajar bahasa korea--di mana kami tidak mengikuti kelas musim panas sehingga harus me-review kembali pelajaran yang sudah kami dapat--, kami menyempatkan diri untuk menikmati secangkir kopi. Di tengah panasnya udara Seoul tadi sore, dan di tengah jemunya kami yang sedang belajar...

Dengan Yuki, entah kenapa saya selalu bisa berbicara banyak, tentang apa saja. Biasanya pembicaraan kami dimulai dengan masalah perkuliahan yang semester lalu kami jalani, lalu pembicaraan mengalir dan berliku-liku...

Saya lupa tepatnya sejak apa, tapi kalau tidak salah kami sedang membicarakan yukata--pakaian khas Jepang--, lalu beralih ke Itsuwa Mayumi, penyanyi lagu Kokoro no Tomo. Kokoro no Tomo sangat terkenal di Indonesia bukan? Bahkan pada sampai zaman saya. Usut punya usut, Itsuwa Mayumi adalah penyanyi yang mendukung kemerdekaan Indonesia (semoga saya tidak salah paham), sehingga Mayumi dengan Kokoro no Tomo-nya terkenal di Indonesia. Karena lagu ini juga, banyak orang Indonesia yang tertarik untuk mempelajari bahasa Jepang.

Karena Mayumi hidup pada masa perang, maka pembicaraan kami pun beralih ke masalah perang. Perang ini bukan perang 'panas' seperti Perang Dunia I dan sebagainya, tapi perang 'dingin'yang seringkali kita jumpai. Yuki menceritakan bahwa hubungan Jepang dengan negeri lain selalu baik, namun tidak dengan Korea dan China. Bagaimana bentuk baik tidaknya, mungkin kita bisa melihat hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia.

Kalau Anda pernah mendengar tentang pulau Dokdo, mungkin Anda akan langsung teringat dengan Jepang dan Korea. Karena pulau Dokdo adalah pulau yang diperebutkan oleh Jepang dan Korea hingga kini. Sesungguhnya pulau Dokdo hanyalah pulau kecil, tapi tentu saja bukan besar kecilnya yang menyebabkan dua negara ini saling berebut, melainkan tentang harga diri masing-masing. Sampai saat ini, Korea (Selatan) terus mempromosikan Dokdo sebagai pulau mereka. Bahkan saya dengar, orang Jepang tidak bisa datang ke pulau ini.

Mengingat hal ini, tentu saja saya langsung teringat dengan persaingan antara Malaysia dan Indonesia yang memperebutkan pulau kecil. Persaingan yang tentu saja mengakibatkan sakit hati salah satu pihak maupun keduanya. Mungkin 'kisah' yang paling terkenal adalah pulau Sipadan-Ligitan, di mana negara kita gagal dalam mempertahankan pulau ini. Benar memang, memang hanya pulau kecil, tapi ada harga diri bangsa yang dipertaruhkan di sini. 

Selain gara-gara pulau, permasalahan kebudayaan yang hampir sama juga sering menyebabkan negara-negara yang bertetangga bertengkar. Contoh lagi, Jepang dan Korea pernah bertengkar gara-gara bunga sakura. Bunga sakura yang--katanya--awalnya dimiliki Jepang tiba-tiba dicatut oleh Korea. Saya tidak tahu detailnya bagaimana, tapi jika kita lihat dengan kacamata yang lebih luas, bunga sakura tumbuh di negara-negara tersebut bukan? Dalam arti, itu bukan sesuatu yang harus diperebutkan. Tapi wallahu 'alam, sekali lagi ini bukan cuma masalah benda, tapi ada harga diri bangsa yang dipertaruhkan.

Terkadang, kami juga membicarakan tentang perang yang semestinya tidak ada. Perang lahir dari kebencian, padahal manusia bisa meredam kebencian itu sendiri. Sebagai contoh, Jepang pernah menjajah Indonesia. Namun, setiap saya pergi ataupun mengobrol dengan Yuki, saya tidak merasai lagi perasaan bahwa nenek moyang Yuki mungkin dulunya adalah orang yang menginjak-injak tanah kelahiran saya. Terkadang perasaan itu muncul, tapi kemudian terabaikan begitu saja. Apalagi, pembicaraan kami yang ke mana-mana kadang menyangkut tentang hubungan Indonesia-Jepang. Namun, bagi saya hubungan Indonesia dan Jepang kini baik, maka tidak perlu lagi ditimbulkan perasaan 'nostalgia' itu. Begitupun ketika saya berbicara dengan teman Belanda saya, terkadang perasaan itu muncul tapi kemudian terabaikan begitu saja.

Kenapa? Karena selama tak ada harga diri bangsa yang tak terenggut, maka perasaan kebencian tidak boleh ada.

Ketika saya melihat kondisi dunia saat ini, saya tahu bukan tak mungkin bahwa perang 'panas' akan timbul kembali. Yang saya lihat sekarang, bukan lagi masalah kebencian, tapi ada banyak kepentingan, persaingan yang menyebabkan perang mungkin terjadi. Saya tak menafikan teori kelas Marx--karena hal itu memang ada--namun kelas-kelas inilah yang terkadang memicu konflik.

Tapi ketika saya melihat persahabatan antara orang Belanda dengan Korea, orang Amerika dengan Jepang, orang Kazakhstan dengan Indonesia, maka di samping 'perang-perang' itu, saya percaya bahwa perdamaian akan terus ada.

Tabik.

2012년7월9일
오후 9:54
Untuk teman yang ketika berbicara dengannya selalu banyak yang bisa dipetik...

0 komentar: