rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Kamis, 26 Januari 2012

Jama'ah dan Demokrasi Modern

Hidup ini adalah berjama'ah. Bohong ketika kita bilang kita netral dan tidak memihak jama'ah manapun. Karena dalam kondisi apapun, dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial, kita cenderung untuk berkelompok. Bahkan manusia yang mengakui tidak memiliki afiliasi dengan kelompok manapun merupakan suatu kelompok.
Dalam hidup berjama'ah, terutama jama'ah Islam, tidak kita pungkiri saat ini kita menghadapi era di mana pertentangan antara nilai-nilai konvensional dengan nilai-nilai modern terasa adanya. Jama'ah yang telah eksis sejak dulu tentu memiliki nilai-nilai lokal mereka sendiri. Sedangkan nilai-nilai yang dianggap modern--yang kebanyakan berasal dari dataran Eropa dan Amerika--terus membanjiri. Hal ini menyebabkan adanya penggerusan-penggerusan nilai lokal oleh nilai luar.
Isu yang mungkin berkembang paling pesat adalah isu demokrasi dan demokratisasi. Demokrasi yang masuk menginginkan adanya kebebasan yang seluas-luasnya untuk setiap individu. Contoh kecilnya adalah tentang transparansi dana seorang pejabat. Dalam demokrasi transparansi harus benar-benar jelas sampai hal yang paling kecil. Padahal jika kita lihat kembali, apakah hal itu benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat?

Dalam konsep jama'ah, saya ambil contoh jama'ah tarbiyah, demokrasi dengan pintu yang terbuka lebar-lebar bukan merupakan salah satu prinsip jama'ah. Memang demokrasi dijalankan, salah satu bentuknya adalah musyawarah untuk mufakat, namun tidak semua info detail harus dijabarkan dan dipublikasikan secara terbuka.
Contoh nyatanya, ketika bermusyawarah dan ditemukan perbedaan pendapat di sana, dalam konsep demokrasi maka akan dilakukan mekanisme voting. Sedangkan dalam konsep jama'ah, keputusan merupakan tanggung jawab pemimpin. Dalam suatu ayat tentang syuro, dikatakan bahwa keputusan ada di tangan pemimpin. Namun dalam konteks realitanya, ketika terjadi perdebatan yang pada akhirnya merujuk pada voting, maka pemimpin sendirilah yang harus menginisiasi voting tersebut. Dan ketika hasil voting seimbang antara dua pilihan, maka di mana suara pemimpin berada maka pilihan itulah yang akan diambil. Ada semacam pembobotan di sana yang dalam konsep demokrasi tidak ada. Demokrasi tidak memberi ruang khusus akan suara pemimpin karena semua orang yang terlibat dalam proses tersebut kedudukannya sama. Selain itu, konsep jama'ah mengatakan bahwa hasil keputusan syuro adalah mengikat, sedangkan dalam demokrasi hal itu bukanlah hal yang berarti. Dalam demokrasi, ketika hasil syuro adalah hasil voting, seseorang yang merasa tidak memilih sesuatu yang pada akhirnya menjadi hasil syuro akan acuh tak acuh terhadap pelaksanaan keputusan syuro tersebut.
Jama'ah juga memiliki karakter husnudzhan yang tinggi. Hal ini dalam beberapa aspek memiliki pertentangan dengan demokrasi atau nilai-nilai modern lainnya. Misalnya, terkait renstra. Beberapa organisasi profit besar menerapkan renstra yang di dalamnya terdapat sistem reward and punishment yang utuh. Ketika jama'ah ingin menerapkan hal ini, ternyata tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena sistem reward and punishment jama'ah bukan sesuatu yang bisa diukur secara materi. Tidak bisa kita mengibaratkan shalat tahajud dengan nilai beberapa rupiah, karena hal itu semata-mata merupakan hak Allah.
Terkait masalah keterbukaan, di dalam jama'ah tidak bisa menuntut keterbukaan pada semua aspek. Padahal demokrasi dengan segala keterbukaannya menginginkan transparansi yang jelas, termasuk hal-hal yang bersifat keuangan. Ketika kita melihat kondisi jama'ah, apakah kita mesti tahu darimana seseorang mendapatkan uang untuk membeli sepatu baru? Apakah kita mesti tahu kenapa tiba-tiba si A merenovasi rumahnya? Keterbukaan yang dikehendaki jama'ah adalah keterbukaan untuk menghindari su'udzhan. Keterbukaan ini lebih bernilai manfaat dibandingkan dengan keterbukaan 'asal-asalan' namun sesungguhnya tidak diperlukan.
Terkadang memang ada pengaruh ketika penerapan nilai-nilai modern di dalam jama'ah tidak sebagus penerapan yang ada di dalam suatu organisasi profit. Namun, tentu saja nilai-nilai modern memang harus disaring terlebih dahulu, mengambil apa yang dibutuhkan dan baik bagi jama'ah. Mungkin terselip sedikit kekhawatiran bahwa jama'ah akan ditinggalkan zaman, namun identitas sebuah jama'ah akan menjadi kunci penentu keberlangsungan hidup jama'ah tersebut. Bukan hanya setumpuk kertas ataupun kata-kata yang harus diwariskan, tapi pemikiran dan kebiasaan-kebiasaan baik.
Dalam konteks yang lebih besar, kita tidak bisa memaksakan nilai-nilai ataupun paham modern untuk diterapkan di Indonesia. Ketika kita meyakini bahwa Indonesia memiliki kebudayaan dan nilai lokal yang tinggi, maka itu harus dipertahankan dan disesuaikan dengan zaman sekarang. Karena tidak ada nilai yang telah usang, hanya manusia saja yang tidak mau memakainya kembali.
Tabik.


오전 12:53; 20120125
하숙집에서...
별이 보였나봐...

2 komentar:

nasiraji mengatakan...

terkadang banyak orang lupa ketika membedakan perilaku orang diluar dan didalam jamaah

Unknown mengatakan...

jama'ah yang mana ini? hehehe