Selama ini, saya terus meyakinkan diri saya bahwa perjuangan bangsa Indonesia untuk maju sedang dimulai dan pasti akan membuahkan hasil. Terus meyakinkan diri saya bahwa saya bangga menjadi orang Indonesia. Tapi tiba-tiba saya goyah sampai hari ini.
Permasalahan kecil sebenarnya --> Sampah. Tapi meskipun kecil, saya merasa bahwa bukan tak mungkin dikarenakan hal itu kita masih belum puas dengan apa yang dicapai oleh bangsa kita sampai saat ini.
Apalagi karena kejadian ini terjadi setelah Shalat Ied, saya serasa tak bisa memaafkan hal ini. Selepas shalat Ied, sejauh mata memandang hanyalah sampah yang berserakan di mana-mana. Tas bingkisan, botol air mineral, brosur, bahkan roti yang sama sekali belun tergigit.
Adalah istri dosen saya yang pertama kali mengingatkan bahwa di sekitar kami hanyalah sampah. Karena tidak tahan, kami pun berinisiatif untuk mengambili sampah-sampah itu. Kami berpikir, jika ada yang memulai maka orang lain akan mengikuti...
Tapi ternyata tidak. Kebetulan saya dan teman saya, Melizza adalah panitia shalat Ied di KBRI. Jadi, ketika kami membersihkan sampah, mereka mengira itu adalah kerja panitia. Kerja kami diacuhkan, malah mereka berkata, 'yang bersih ya mbak'.
Jikalau saya menjadi lelaki, melihat perempuan mengambili sampah-bukan hanya sampah plastik, tapi sampah basah juga-sambil menggotong kardus ke sana-sini, maka saya akan malu sebagai lelaki. Perkara itu kerjaan panitia atau bukan, saya akan berusaha membantu meski tanpa suara.
Padahal jika mereka mau mencoba membantu, mereka pasti akan merasakan mood mereka membaik lantaran sampah sudah tidak menggunung lagi. Karena walaupun saya kesal di awal, pada akhirnya saya bisa melupakan lantaran kondisi jalan di sekitar KBRI sudah lebih bersih. Sayang, bahkan untuk merasakan kenikmatan itu saja banyak yang tidak mau.
Bahkan pada saat satu bis polisi Korea datang untuk membantu membersihkan, tidak banyak yang tergerak, hanya beberapa panitia yang baru kemudian menyadari kotornya KBRI. Benar memang itu juga termasuk tugas polisi, tapi alangkah malunya polisi berombongan datang gara-gara kita tidak sanggup membereskan sampah kita sendiri...
Padahal membawa satu plastik kecil berisi sampah itu sungguh tidak berat, manakala tak ditemui tempat sampah di sekeliling kita.
Baru kali ini saya merasa ada yang lebih penting daripada menelpon orangtua di seberang pada hari idul fitri pertama saya di negeri orang. Ya, pertama kali dan semoga tidak lagi.
Setelah Ied...
#PS. Terima kasih untuk Pak Suray dan keluarga yang telah mengajarkan sedikit arti kebersihan. Semoga kesadaran2 ini meski sedikit bisa membangun bangsa ke depan...
0 komentar:
Posting Komentar