Keindahan itu terlalu berharga sehingga tak bisa dilihat sepanjang tahun
Jika
dikorelasikan dengan waktu, saya baru menyadari artinya ‘keindahan’ saat saya menginjakkan
kaki di Korea ini. Bunga yang mekar sepanjang tahun, daun-daun yang masih
menghijau meskipun tak ada air, adalah ‘keindahan’ yang bisa kita lihat
sepanjang tahun di bumi pertiwi ini. Namun ‘keindahan’ yang sepanjang tahun
itulah yang terkadang membuat kita tidak menyadari bahwa ‘keindahan’ itu
bermakna ‘keindahan’.
Di Korea—atau
mungkin negeri empat musim lainnya—mungkin telah tahu bahwa mekarnya bunga
sakura itu tidak sepanjang tahun, namun hanya beberapa minggu. Warna-warninya
daun yang akan meranggas itu tidak laten hingga gong pergantian tahun menggema,
tapi akan segera gugur segera setelah beberapa minggu terlewati. Lalu sisanya
apa? Musim panas yang menggelora dan musim dingin yang menggigit.
Bukannya
saya mengatakan bahwa musim panas dan musim dingin itu tidak indah, tapi ‘keindahan’
itu tidak bisa kita nikmati tanpa perlu berjibaku dengan cuaca ekstrim. Pada
musim panas daun-daun menghijau, pertanian berjalan sehingga tak perlu khawatir
dengan persediaan makanan. Tapi, Anda pun harus menghadapi cuaca panas yang
terik dan lembab. Maka saya tak heran jika ada istilah 불쾌지수 (bulkwaejisu) pada saat musim panas, yang berarti musim panas adalah musim
di mana emosi orang mudah tersulut. Cuaca yang panas ditambah keringat yang
terus mengalir, jika Anda tidak berhati-hati dan menabrak orang di jalan, bisa
saja Anda jadi sasaran kemarahannya. Cuaca yang lembab dan teramat panas
membuat tingkat ‘kekesalan’ orang semakin tinggi. Berapa lama? 3 mendekati 4
bulan.
Saat sawah yang tertutup salju pun indah (dok pribadi) |
Sementara di musim dingin, pemandangan
selepas salju turun memang teramat indah. Bayangkan ketika seluruh dataran
ditutupi oleh salju putih, seakan melupakan warna-warni dunia dan sejenak
kembali ke putih (asal). Bahkan anjing pun akan melompat-lompat gembira ketika
salju turun. Apalagi kita sebagai seorang manusia yang dikaruniai perasaan,
tentu saja tak bisa mengabaikan indahnya dunia saat ditutupi salju. Tapi
setelah itu, Anda harus menghadapi dinginnya angin musim dingin, ditambah
licinnya salju setelah menjadi es. Bahkan terkadang indahnya salju yang
menutupi jalan harus ternodai akibat berubahnya warna salju menjadi coklat
kotor, dikarenakan mobil dan kendaraan lain yang melewatinya. Di saat itu pula
Anda diuji untuk tidak terlalu banyak mengeluh dan mengumpat karena susahnya
berjalan di atas salju licin. Berapa lama? 3 mendekati 4 bulan.
Mekarnya musim semi (dok pribadi) |
Sisanya itulah yang selalu saya rindukan.
Saat di mana cuaca tidak terlalu ekstrim dan bisa menikmati sesuatu yang
bernama ‘keindahan’. Tidak ada keceriaan yang melebihi saat-saat kita duduk
bersama menggelar tikar—berpiknik—sambil menikmati indahnya bunga sakura yang
mekar dan sesekali berjatuhan. Sesekali angin sisa musim dingin bertiup memang,
tapi di saat puncak ‘keindahan’ musim semi, mereka seakan menghilang,
membiarkan bunga-bunga mekar dengan lebar. Tapi berapa lama bisa melihat ‘keindahan’
itu? Terkadang sebulan pun tidak. Awal musim dingin akan terisi dengan angin
dingin, sehingga ada istilah 꽃샘추위 (kkotsaemchuwi), di mana angin iri pada
bunga-bunga yang bermekaran, sehingga ia bertiup dengan kencangnya. Selain itu,
akan ada angin berpasir yang bertiup dari dataran China. Akhir musim semi pun
akan ditutup dengan hujan deras yang meluruhkan seluruh bunga sakura,
menandakan bahwa musim panas—yang penuh dengan hujan—akan segera dimulai.
Saat pohon-pohon serentak berwarna kekuningan (dok pribadi) |
Bagaimana dengan musim gugur? Jujur saya
paling menikmati musim gugur, di mana dedaunan berganti warna menjadi merah,
coklat, dan kekuningan. Warna yang sebelumnya hanya saya lihat dan kagumi di
drama-drama Korea bisa saya lihat dengan mata kepala saya sendiri. Warna merah
dan coklat memang indah, tapi secara khusus saya menikmati ketika dedaunan
berwana kekuningan. Di saat pohon-pohon yang berjejer secara serentak mengibarkan
dedaunan kuning. Walau tak mutlak, memang musim gugur adalah musim perenungan.
Angin sejuk dingin yang sesekali bertiup menambah suasana tersebut. Bahkan ada
ungkapan, musim gugur bagi para lelaki Korea adalah musim di mana mereka
berjalan di antara dedaunan yang berguguran sambil merenungi cinta mereka yang
telah lalu. Lucu memang, tapi tak saya pungkiri saya pun merasakan ‘kesendirian’
‘kehampaan’ atau saat-saat di mana saya lebih banyak terdiam merenung ditemani
indahnya musim gugur.
Di musim ini juga saya teringat pepatah
Korea 도도 말고 덜도 말고 한가위만 같아라, jangan terlalu berlebihan maupun terlalu kurang, cukuplah sama seperti saat
ini. Ungkapan ini muncul pada saat Chuseok, perayaan musim panen Korea. Tak
mengharapkan yang lebih, ataupun merutuki yang kurang, karena di musim itulah
segalanya terasa pas, tidak kurang tidak lebih.
Pendeknya saat-saat terindah itulah yang
membuat saya teringat dengan mekarnya bunga sepanjang tahun, ataupun panen yang
terus bisa berjalan sepanjang tahun di Indonesia. Kita tidak perlu menunggu
musim semi untuk menunggu bunga mekar, ataupun merutuki musim dingin karena tak
bisa bercocok tanam. Ternyata kita bisa menikmati keindahan alam tropis ini
sepanjang tahun, hanya kita saja yang terlalu ‘terbiasa’ sehingga tidak bisa
lagi merasakan ‘keindahan’nya.
Tumbuhnya padi sepanjang tahun itu pun
ternodai oleh rendahnya harga jual padi dari petani ke tengkulak. Tumbuhnya padi
sepanjang itu pula yang harus tergerus dengan beras-beras impor. Tumbuhnya pad
sepanjang tahun itulah yang membuat kita lupa bahwa ada sesuatu yang lebih
penting dibandingkan padi yang hanya tumbuh. Sesuatu yang bernama pengembangan,
pengembangan agar ‘padi sepanjang tahun’ itu bisa menjadi raja di negeri
sendiri bahkan negara lain dengan tidak terjadi penumpukan kekayaan di beberapa
pihak saja. Pun dengan tanaman lainnya.
Tak ada iklim yang lebih ataupun iklim yang kurang. Hanya tinggal bagaimana kita menghargai iklim tersebut saja.Tabik.
2013-01-16
0 komentar:
Posting Komentar