어머니
당신은 그 먼 나라를 알으십니까?
--신석정
Ibu, apakah kau tahu di mana negara jauh itu berada?
Source: dok pribadi |
Sudah lama rasanya saya tidak berbicara lepas dengan adik saya, Said. Bahkan kadang ketika berbicara pun, rasanya masih saja ada rasa canggung dan segan. Ketika kami bertemu di rumah pun, saya rasa kami jarang berbicara. Mungkin satu dua, ketika salah satu dari kami butuh 'wejangan'. Maka, ketika tadi saya bisa berbicara lepas selama satu jam dengannya, saya seperti merasakan arti sesungguhnya dari kosakata 회포를 풀다, yaitu curhat.
Kami jarang bertemu, sejak Said pergi ke Kuningan, Ciremai, untuk menempuh pendidikan di pondok pesantren Husnul Khotimah. Saat dia pergi, saya kelas dua SMP. Otomatis, saya belum merasakan apa itu namanya perpisahan. Toh, dia kan bersekolah, setahun sekali dua kali akan bertemu, jadi tak perlu melankolis. Saya masih SMP memang, masih belum mengerti dunia (walau sekarang juga belum).
Tapi, ketika saya sudah di sini dan mendengar kabar bahwa dia akan pergi (lagi) ke Mesir untuk kuliah di sana, saya baru merasakan sedikitnya pertemuan di antara kami. Sedikitnya percakapan di antara kami. Sedikitnya tawa di antara kami. Pergi ke Mesir itu berarti bahwa kami akan sangat jarang--bahkan mungkin tidak--bertemu selama empat tahun ke depan. Kami terbiasa jauh memang, tapi saya merasa tidak rela ketika saya harus jauh lagi dengannya sampai empat tahun ke depan.
Apakah kami berbicara banyak tadi? Saya tak tahu. Saya hanya merasa seperti bertemu teman lama di mana saya sudah lama tidak berbicara dengannya. Adaptasi, keluarga, perbedaan, dakwah, dan lain-lain semua terangkum dalam satu jam perbicaraan kami. Tidak panjang, tapi karena ini berbicara dengannya...
Kadang saya merasa salah sebagai seorang kakak. Jujur, ketika Said pergi, saya sama sekali tidak tahu dia akan kuliah di universitas apa, jurusan apa, beasiswa atau bagaimana, dan tetek bengek lainnya. Walaupun mungkin dia juga tidak tahu saya di sini kuliah di mana, program apa, tapi sebagai seorang kakak, saya merasa malu. Maka saya habiskan percakapan awal kami untuk membahas masalah ini. Saya tanyakan dia kuliah di mana, jurusan apa, bagaimana kuliahnya. Dan ini yang saya dapat:
Said berkuliah di Al-Azhar jurusan Syariah Islam #cmiiw. Saya kira dia mendapatkan beasiswa, tapi ternyata belum. Jadi dia hanya lulus tes untuk masuk ke Al-Azhar, setelah itu baru akan mencari beasiswa. Dia belum daftar ulang, tapi sudah menghadiri kuliah--hal yang saya dan dia bingungkan. Kuliah yang dimulai dari jam delapan pagi sampai empat sore, belum lagi dengan adanya beberapa kursus, membuat dia memutuskan untuk tidak menjadi anak yang terlalu rajin.
"Bisa sakit nanti."
Well, tak masalah sih bagi saya. Ketika dia menyadari apa yang dia lakukan. Yang terpenting, tujuan menghadiri kuliah bukan untuk memenuhi absen, tapi untuk mendapatkan ilmu. Saya cukup kaget ketika dia bercerita bahwa satu kelas dihadiri oleh sekitar seribu orang. Maka dari itu, jelas tidak ada peraturan yang ketat untuk absen. Oke, selama kamu masih bertekad untuk mencari ilmu, kenapa tidak dengan absen yang sesekali?
Kami berdua sama-sama tinggal di #NegeriOrang, meninggalkan orang tua dan keluarga kami untuk sejenak menuntut ilmu. Tentu saja, kami akhirnya melihat sisi yang berbeda dari Indonesia. Saya jelas bisa sedikit mencicipi kehidupan di Korea Selatan, dengan atmosfer yang mendukung dan nyaman, tentu juga dengan kekurangnyamanan dari sudut pandang saya sebagai seorang muslim. Dan Said, akhirnya bisa mencicipi hidup di Negeri Para Nabi, Mesir. Tidak seperti saya yang hanya akan berada di Korea selama setahun, dia akan mencicipi Mesir lebih lama, paling sebentar empat tahun.
Ketika kita berada di #NegeriOrang, wajar jika pada akhirnya kita membanding-bandingkan. Hal itu perlu, jelas, tapi tidak mengakibatkan kita berat sebelah. Saya memandang Korea sebagai negara yang sangat nyaman untuk ditinggali. Fasilitas lengkap, transportasi nyaman, pokoknya negara yang tidak boleh dilewatkan. Tapi, ketika saya memandang dari segi yang lain, saya bisa menangkap kekurangan terutama dari segi sosialnya.
Said juga berkata bahwa dia kaget akan keadaan Mesir. Banyak sampah di sana-sini, orang-orang tidak memiliki beban ketika membuang sampah. Well, saya merasa di Indonesia--Korea juga--masalah sampah merupakan masalah yang belum bisa ditangani secara baik, namun katanya di sana 'parah'. Saya tidak tahu bagaimana levelnya, tapi itu salah satu kekurangnyamanan Mesir. Namun, dia juga mengakui bahwa syiar Islam sangat terasa di Negeri Piramid tersebut. Orang tidak akan ragu untuk menggelar sajadah di jalan ketika sudah terdengar adzan, saling memberi salam ketika bertemu, dll.
Tentu saja, masalah keluarga tidak lepas dari perbincangan kami. Walaupun tidak tahu banyak, sedikit-sedikit kami membahas hot issue yang sedang terjadi di keluarga kecil kami. Topik 'Adik Kami yang Beranjak ABG' menjadi pembicaraan seru tadi. Anak ketiga dalam keluarga kami--adik kedua bagi saya--sedang mengalami fluktuasi emosi sebagaimana layaknya anak remaja lainnya. Sering termenung karena sedang memikirkan sesuatu--u know what i mean.
Maka dari situlah saya berpikir, kenapa saya--dan Said--tidak berada di sampingnya? Bahkan saya jarang menelepon, ketika menelepon pun hanya berbicara masalah sepele dan tidak penting. Saya menyadari tidak berfungsinya saya--kami--sebagai seorang kakak baginya, sehingga dia mencari orang lain untuk menumpahkan apa yang sedang dia rasakan. Maafkan kami Fathi, tunggu telepon dari kami :(.
Dari sisi ini juga, kami jadi berpikir bahwa betapa Abi dan Ummi membebaskan kami untuk memilih selama ini. Saya bahkan tidak pernah merasa bahwa saya dikekang, saya diatur, saya harus begini dan begitu oleh Abi dan Ummi saya. Jujur saya merasa bebas, tentu saja bebas yang tidak melampaui batas.
Saya bisa ke Korea karena Abi dan Ummi memberikan kesempatan saya untuk memilih. Jikalau tidak, maka saya tidak akan masuk ke jurusan Bahasa Korea dan mendapatkan kesempatan untuk belajar di sini. Jikalau Abi dan Ummi mengekang saya, maka saya tidak akan menggilai Korea sehingga memiliki keinginan untuk ke sini. Meskipun setelah itu saya sadar bahwa saya harus punya batasan akan pilihan saya, akan kesukaan-kesukaan saya.
Jikalau Abi dan Ummi mengekang Said, maka mana bisa dia mempelajari robot dance sehingga tampil di beberapa acara? Abi hanya menggeleng-geleng kepala ketika mengetahui Said menyukai dance, dan memiliki ketertarikan yang lebih ke sana. Said lulusan pondok, kenapa malah jadi dancer? Mungkin itu pikiran pendek seorang Ayah, tapi Abi malah menyuruh Said untuk tampil ketika ada acara antar kolega Abi. Bukannya menyembunyikan, tapi menunjukkan anaknya ke hadapan publik. Mengasah rasa percaya diri Said. Bisa jadi, nantinya Said berdakwah bukan hanya di bidang-bidang umum yang kita ketahui selama ini, tapi di kalangan para dancer.
Siapa tahu...
Sesungguhnya kebebasan yang Abi dan Ummi beri bukanlah yang mudah. Kami menjadi mudah untuk bergerak memang, tapi di pundak kami tertumpuk beban tanggung jawab yang besar. Jujur keinginan kami agak berbeda dari Abi dan Ummi, maka dari itu tanggung jawab yang kami pikul lebih berat.
Abi, Ummi, doakan kami bisa memikulnya sampai hari tua kalian nanti...
Pesan singkat namun mengena dari Ummi |
Kami berbicara, kami mendengar, dan kami merasakan. Setelah sekian lama...
Walau tak berjumpa wajah, tapi lewat suara-suara, kami masih bisa merasakan...
'Bahwa kita ternyata bersaudara'.
남쪽 하늘 저 밑에
따뜻한내 고향
내 어머니 계신 곳
그리운 고향집
--고향집: 윤동주
Di bawah langit tinggi aku berdiriDi kampung halaman yang hangat iniDi tempat Bunda beradaKampung halaman yang kurindu
2012년10월24일 오후 11:28
Selepas berbicara denganmu...
5 komentar:
asmaaa bisakah kamu penjelaskan yang mana dirimu yang ada di foto itu? :D
baca pas lagi malam takbiran, ngga sama keluarga.. TT_________TT
Mb akio..q yg d blakang pke jilbab ptih mba e..
Beda banget tah gara2 g pke kacamata? kkk
Fitri,,iya...dua ied ga breng ortu nih ㅠ.ㅠ
huaaaa.... aku terharu baca ini dek..
Hehe,, :D
Posting Komentar